Siang itu, kantin sekolah sepi. Hanya ada suara detak jam dinding dan langkah kaki yang samar terdengar dari koridor sekolah. Hana, seorang siswa SMA dengan wajah manis dan rambut panjang terurai, memasuki kantin dengan langkah pelan. Dia sengaja datang lebih awal, sebelum jam istirahat dimulai, untuk menghindari keramaian.
Penjaga kantin, Pak Danu, seorang pria paruh baya dengan wajah ramah, sedang merapikan barang dagangannya. Ia terkejut melihat Hana datang saat suasana begitu lengang.
“Hana, tumben kamu ke sini cepat,” sapa Pak Danu sambil tersenyum.
“Lagi malas ramai-ramai, Pak,” jawab Hana sambil memesan segelas es teh manis.
Pak Danu mengangguk. Dia tahu Hana bukan tipe yang suka keramaian. Selalu tenang, jarang bicara, tapi sikapnya sopan dan penuh hormat. Ia membuatkan minuman untuk Hana dengan cekatan, lalu menyajikannya di meja.
“Ini, es teh manisnya. Mau pesan makanan juga?”
“Enggak, Pak. Es teh saja cukup,” jawab Hana dengan senyum tipis. Dia duduk di bangku dekat jendela, menikmati kesunyian kantin.
Pak Danu memperhatikannya dari jauh. Di antara ratusan siswa yang datang ke kantin setiap hari, Hana memang terlihat berbeda. Wajahnya yang cantik sering kali menjadi pusat perhatian, tapi Pak Danu bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang tersembunyi di balik senyumnya yang tenang. Sesuatu yang tidak bisa dilihat orang lain.
“Kamu kelihatan lelah, Hana. Ada masalah di sekolah?” tanya Pak Danu akhirnya, mendekat ke meja tempat Hana duduk.
Hana terdiam sejenak. Dia menatap keluar jendela, melihat halaman sekolah yang kosong. Hatinya berat, tapi ia tidak tahu harus bercerita kepada siapa. Namun, ada sesuatu dalam cara Pak Danu bertanya yang membuatnya merasa aman untuk berbicara.
“Kadang rasanya semua ini berat, Pak,” Hana mulai bercerita pelan. “Sekolah, teman-teman, harapan orang tua… semuanya seperti beban. Aku bingung harus bagaimana.”
Pak Danu mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia paham betul, masa SMA memang bukan waktu yang mudah bagi semua orang. Tekanan datang dari banyak arah, dan tidak semua siswa tahu bagaimana cara menghadapinya.
Suara bel istirahat tiba-tiba berbunyi, mengakhiri momen sepi itu. Siswa-siswa mulai memenuhi kantin, membawa keramaian dan keriuhan. Hana berdiri, siap kembali ke kelas, tapi kali ini dengan hati yang lebih ringan.
Di tengah keramaian, Hana tahu dia punya tempat khusus di kantin ini, di mana ia bisa sejenak melarikan diri dari segala kesibukan dan tekanan.